"Kyai Slamet"
Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki
koleksi berupa binatang peliharaan, juga jenis satwa milik istana yang
disakralkan. Salah satu hewan yang paling terkenal dari Keraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat adalah kebo bule alias kerbau albino. Kebo bule
yang dipunyai oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat dianggap keramat dan
disucikan. Oleh karena itu, kebo bule yang dapat dikategorikan sebagai
salah satu jenis benda pusaka kepunyaan keraton ini juga diberi nama seperti
layaknya benda-benda pusaka keraton lainnya. Nama yang diberikan untuk menyebut
kebo bule milik keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah Kyai
Slamet.
Kerbau ini memang bukan sembarang kerbau. Kebo bule
sangat dikeramatkan dan menjadi salah satu pusaka paling penting di Kasunanan
Surakarta Hadiningrat. Menurut kitab Babad Solo yang ditulis oleh Raden
Mas Said, nenek moyang kebo bule adalah binatang kesayangan (klangenan)
Sri Susuhunan Pakubuwono II, bahkan sejak masih bertahta di istana
Kasunanan Kartasura Hadiningrat, atau sebelum pindah ke Kasunanan Surakarta
Hadiningrat di Solo.
Disebut
kebo bule karena warna kulit kerbau ini memang lain daripada yang lain,
yakni berwarna putih agak kemerah-merahan, seperti warna kulit orang Eropa atau
yang sering disebut dengan istilah bule. Oleh karena itu, kerbau ini
kemudian disebut sebagai kebo bule. Kerbau unik dan langka ini menurut
ceritanya adalah hadiah dari Bupati Ponorogo untuk Sri Susuhunan Pakubuwono II
bersamaan dengan pemberian hadiah utama yaitu sebuah pusaka yang bernama Kyai
Slamet. Disertakannya kebo bule pada awalnya adalah sebagai pengawal
atau cucuk lampah bagi pusaka Kyai Slamet. Oleh karena bertugas sebagai
pengawal pusaka Kyai Slamet inilah maka kemudian kebo bule pun disebut
dengan nama Kyai Slamet.
Masih
menurut kisah sejarahnya, kebo bule menjadi hewan kesayangan dan
kepercayaan Sri Susuhunan Pakubuwono II. Ketika Sri Susuhunan Pakubuwono II
memutuskan untuk mencari lahan baru yang akan dijadikan lokasi pembangunan
istana sebagai pengganti Keraton Kasunanan Kartasura Hadiningrat, Sri Susuhunan
Pakubuwono II bahkan mempercayakan lokasinya kepada kebo bule.
Sejumlah
kebo bule dilepaskan ke luar istana dan dibiarkan berjalan, sementara
para abdi dalem mengikutinya dari kejauhan. Ketika sekawanan kebo
bule itu berhenti cukup lama, di situlah yang kemudian ditetapkan sebagai
lokasi yang tepat untuk membangun istana yang kini menjadi lokasi berdirinya
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Hingga sekarang, keberadaan kebo
bule masih menjadi salah satu bagian yang penting dalam kehidupan adat di
Kasunanan Surakarta Hadiningrat, terutama ketika pelaksanaan upacara adat pada
Malam 1 Suro atau malam tahun baru Hijriah (penanggalan Islam) pada 1 Muharram.
Pada
pelaksanaan upacara tahunan ini, kehadiran sekawanan kebo bule ini
selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Surakarta dan
sekitarnya, seperti Karanganyar, Sragen, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri,
dan sejumlah daerah lainnya yang masih punya keterikatan secara batin dengan
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat pemerintahan di masa
lalu.
Waktu
pelaksanaan upacara untuk memperingati Malam 1 Suro dilangsungkan pada tengah
malam, namun waktu tepatnya disesuaikan dengan “kemauan” kebo bule kapan
mau keluar kandang. Terkadang kebo bule baru mau keluar kandang setelah
pukul 01.00 dini hari dan itu harus dimaklumi oleh semua pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan upacara ini. Kebo bule yang dikeramatkan itu biasanya
akan berjalan keluar sendiri dari kandang menuju halaman keraton tanpa harus
digiring. Oleh karena itu, upacara Malam 1 Suro memang sangat tergantung kepada
kebo bule yang menjadi daya tarik tersendiri dalam pelaksanaan upacara
ini.
Upacara
Malam 1 Suro dilangsungkan dengan prosesi kirab atau arak-arakan. Setelah kebo
bule keluar kandang dan bersiap di halaman depan istana, maka kirab sudah
siap untuk dimulai. Rombongan kebo bule memimpin arak-arakan di barisan
paling depan dengan mengawal pusaka Kyai Slamet yang dibawa oleh para abdi
dalem yang terpilih. Di sepanjang perjalanan, arak-arakan ini menyedot
perhatian banyak orang yang ingin melihat sekaligus ngalap berkah dari kebo
bule.
Oleh
masyarakat Surakarta dan sekitarnya, kebo bule memang sangat dianggap
suci dan bisa memberikan berkah. Ketika kebo bule muncul di rombongan
terdepan dalam kirab, orang-orang akan mendekat dan berusaha menyentuh tubuh
kawanan kerbau keramat itu dengan harapan memperoleh berkah. Tidak hanya
sekadar menyentuh badan kebo bule saja, orang-orang yang percaya bahkan
sampai berebut kotoran kebo bule yang jatuh di sepanjang perjalanan
kirab. Memang agak aneh dan tidak masuk akal, namun inilah kenyataannya bahwa
mereka sangat percaya bahwa kebo bule yang menjadi hewan kesayangan sang
Raja itu bisa mendatangkan berkah, keselamatan, rezeki, dan hal-hal baik
lainnya, bahkan kotorannya sekalipun.
Kepercayaan
mengenai tuah kebo bule ini sebenarnya sudah berakar sejak sebelum
berdirinya Kesultanan Mataram Islam yang menjadi cikal-bakal kelahiran
Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kerbau sudah lama dianggap sebagai simbol
keselamatan, begitu pula dengan pusaka Kyai Slamet yang selalu dikawal oleh
sekawanan kebo bule. Bahkan, pada masa awal Kesultanan Mataram Islam,
pusaka Kyai Slamet dan kerbau suci hanya dikeluarkan ketika kondisi dirasa
sudah gawat darurat, misalnya ketika terserang wabah penyakit atau terjadi
bencana alam. Kebo bule yang terdapat di Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat tidak hanya satu atau dua ekor saja, melainkan cukup banyak spesies
kebo bule yang memang dipelihara dan dikembang-biakkan dengan baik di
lingkungan keraton. Hingga tahun 2010 yang lalu, jumlah kebo bule yang
dimiliki oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebanyak 13 ekor.
Sebenarnya,
kebo bule adalah milik bersama trah Mataram di mana selain Kasunanan
Surakarta Hadiningrat masih ada Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang
sama-sama bagian dari Dinasti Mataram. Akan tetapi, karena Kasunanan Surakarta
Hadiningrat merupakan keturunan Mataram yang tertua, maka kebo bule pun
hanya ditempatkan di Solo kendati tidak menutup kemungkinan Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat juga akan diberikan haknya apabila ada permintaan.
Hewan Peliharaan Lainnya
Selain memiliki binatang peliharaan sekaligus pusaka yang
disakralkan yaitu kebo bule, Kasunanan Surakarta Hadiningrat juga masih
mempunyai beberapa jenis hewan peliharaan lainnya. Di Taman Sriwedari yang
menjadi taman istana, misalnya, ditempatkan beberapa jenis hewan peliharaan
yang merupakan koleksi yang dimiliki oleh Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pada
masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono X, di Taman Sriwedari ditambahkan
area khusus untuk pemeliharaan berbagai jenis satwa demi menambah semaraknya
taman.
Di
depan bangunan paviliun yang terletak di sisi selatan taman, dilepaskan cukup
banyak rusa untuk meramaikan suasana. Kawanan rusa yang cantik itu dapat
dilihat dari paviliun yang dibangun bertingkat sebagai tempat refreshing
keluarga istana. Tidak hanya rusa saja, beberapa spesies satwa liar juga
menjadi koleksi Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang ditempatkan di Taman
Sriwedari. Hewan-hewan liar seperti harimau, macan kumbang, gajah, buaya,
kura-kura, monyet, siamang, orangutan, ayam hutan, ayam emas, dan lain
sebagainya ditempatkan di kandang-kandang khusus yang terletak di sisi utara
taman.
Foto: http://forum.viva.co.id
Solo kota budaya, kota yang menyimpan banyak destinasi wisata kuliner Dan wisata sejarah
BalasHapus